1. Pendahuluan
Bangsa
indonesia terdiri atas ratusan etnik yang berbeda-beda. Masing-masing etnik
memiliki karakter yang berbeda pula. Perbedaan etnik tersebut berimplikasi pada
kebervariasian/keberagaman bahasa yang digunakan oleh masing-masing etnik. Seperti
yang dinyatakan Chambers (1980:74), in many communities, different ethinic
groups speak different langguage. Kebervariasian bahasa tersebut tidak
hanya terjadi pada penggunaan bahasa daerah (bahasa ibu) tetapi juga terjadi
pada pemakaian Bahasa Indonesia. Penutur bahasa Indonesia khususnya, cenderung
bervariasi antar etnik misalnya Etnik Jawa agak berbeda dengan etnik-etnik lain
yang ada di Indonesia. Selain itu, pemakaian bahasa Indonesia masing-masing
etnik juga memiliki variasi berdasarkan peristiwa
tutur dan situasi tutur.
Pemakaian bahasa Indonesia seperti di pasar agak berbeda situasi tutur di
Kantor, di sekolah dan di tokoh atau di rumah. Begitu pula pemakaian bahasa
bagi anak-anak agak berbeda dengan teman sebaya, orang dewasa, dan orang tua serta
kakek-nenek. Kemudian, pemakaian bahasa kepada leluhur agak berbeda dengan
pemakaian bahasa kepada Tuhan. Dengan kata lain, pemakaian bahasa cenderung
berbeda tergantung pada aras tutur dan
laras tuturnya.
Variasi
pemakaian bahasa tersebut akan berpengaruh pada internal bahasa (unit-unit
lingusitik) itu sendiri yaitu adanya variasi fonologis, fonetis, dan struktur
sintaksis. Secara fonetis misalnya, mengenal vokal panjang, vokal tegang dan
kendur, peluncuran semivokal, diftongisasi, dan suprasegmental yang bervariasi.
Kemudian, secara fonologi misalnya adanya variasi fonem seperti ada sebagian
komunitas tidak mengenal bunyi vokal tengah [] seperti etnik Timor kecuali [e], dan etnik Bali
tidak mengenal bunyi konsonan [p] [f] kecuali [v]. Demikian pula secara
sintaksis misalnya etnik Timor: Lu pi
mana?; etnik Flores: Kamu pigi ke
mana?; etnik Bajo: Ke mana mi pergi?.
Kebervariasian pemakaian bahasa tersebut mencerminkan identitas etniknya (ethnic identity), dan etnisitaslah yang
menjadi key point terjadinya variasi
bahasa tersebut.
2. Konsep Dasar dan
Kerangka Teori
2.1 Konsep
Dasar
2.1.1 Variasi
bahasa
Variasi
pemakaian bahasa tersebut terjadi karena dipengaruhi oleh berbagai faktor,
yaitu pertama, etnisitas. Menurut
Fought (2006), ada sejumlah sumber daya linguistik (linguistics resourches)
yang dimiliki oleh multiethnic communities. Misalnya: bahasa standar (standardization language), variasi
regional (regional varieties), alih
kode (code-switching).
Kedua, faktor
sosial. Faktor sosial tersebut di antaranya:
status sosial, umur, gender, style,
pendidikan, dan ekonomi. Dari sudut
pandang variasi bahasa, etnisitas agak
sulit dipisahkan dari faktor sosial seperti agama, kelas sosial. Laferriere
(1979:603) dalam Wolfram (1991:103) membenarkan
bahwa dalam suatu komunitas adat memain peran yang begitu penting dalam
sebuah etnik. Dengan demikian, etnisitas menjadi suatu faktor penting yang
mempengaruhi variasi bahasa.
2.1.2 Etnisitas
Etnisitas adalah bertalian
dengan kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti
atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, bahasa. (Ethnicity is a social construction that
indicates identification with a particular group which is often descended from
common ancestors. Members of the group share common cultural traits (such as
language, religion, and dress) and are an identifiable minority within the
larger nation-state).
Karakteristik
suatu varietas etnik mencakupi (1) variasi leksikon (lexicon variation), (2) variasi fonologi (phonology variation) yang meliputi (vokal, konsonan dan intonation),
(3) fitur gramatikal (Isolated
grammatical fitures) dan (4) Conversational
style.
2.1.3 Kelompok etnik
Wolfram
(1991:103) memberikan batasan sebagai parameter mengenai kelompok etnik yaitu
a.
origins
that precede or are external to the state
b.
group membership that is involuntary (tanpa
sengaja)
c.
ancestral
tradition (tradisi nenek moyang/keturunan) rooted in a shared sense of peoplehood
d.
distinctive value orientations and behavioral patterns.
e.
influence
of the group on the lives of its members
f.
group
membership influenced by how members difine themselves and how they are
defined by others.
2.1.4 Style
Dalam
kaitannya dengan style, Couplan (2007), menyatakan bahwa speaker harus mengetahui bagaimana cara berbicara yang sesuai
dengan konteks sosial tertentu misalnya bagaimana bahasa yang digunakan pada
saat berbicara dalam situasi formal. Siapa yang boleh berbicara, dan siapa yang
mendengarkan (Lippi-Green 1997:64).
Penggunaan
bahasa seseorang tergantung kedua situasi. Situasi tutur dalam hal ini dipilah
menjadi dua, yaitu situasi formal, dan situasi informal. Situasi formal yang
dimaksudkan adalah sebuah situasi yang resmi, misalnya situasi tutur antara
guru dan siswa, dosen dan mahasiswa, atasan dan bawahan, sedangkan situasi
informal adalah situasi yang tidak terikat dengan aturan, lembaga, atau
hubungan relasional yang terikat, misalnya situasi tutur antara pedagang,
antara orang tua dan anak, antara sesama pekerja, serta komunikasi intra
komunitas etnik.
2.2 Kerangka Teori
Teori yang
digunakan dalam artikel ini adalah teori variasi bahasa. Menurut Kügler (2009),
variasi bahasa merupakan perubahan yang melekat atau yang menjadi sifat bahasa,
dan perubahan tersebut dapat dijelaskan dengan menggunakan pendekatan fonologi
terutama untuk menjelaskan mekanisme variasi struktur internal suatu bahasa dan
beberapa variasi grammer dan kasus grammer. Ihwal itu, Honeybone (2008)
menyatakan bahwa pendekatan fonologi digunakan untuk menjelaskan (1) Labovian variationism misalnya (r)= [r] atau
ø, (2) stable variation dan (3) variation across dialects. Kemudian, diperlukan
(1) membuat kaidah secara umum mengenai alternasi dan distribusi fonem misalnya
dalam bahasa Inggris /p/ à[p~ph],
(2) mengenali sistem bunyi, (3) inovasi perubahan. Pembuatan kaidah umum
variasi fonologis diperlukan agar dengan mudah mengetahui bentuk variasi bahasa
setiap etnik dalam suatu komunitas. Secara
khusus Honeybone (2008) mejelaskan ada lima teori dasar fonologi yang mencakupi
(i) contrast and predictability di antaranya, a) segmental phonology:
the distribution of [l]
and [lò] in most varieties of
English is predictable (in other languages these segments may contrast with
each other), b) underlying and surface levels: /pIl/
® [pHIlò];
the ‘phonemic principle’ and ‘allophonic processes’, c) suprasegmental
phonology: the distribution of stress is fully predictable in some
languages and partly predictable in English. (ii) segments have subsegmental structure: ‘features’ di antaranya, a)
features help shape inventories and can determine the nature of phonological
processes. (iii) syllabic phonology
di antaranya segments are grouped into syllables, which have structure and can
be the basis for phonotactics. (iv) feet
and phonology at higher prosodic levels di antaranya, stress is typically
assigned to syllables, sometimes depending on their position within feet. (v) the interaction between phonology and
morphology and syntax and the lexicon di antaranya typically such
interactions can involve more than one generalization. Variasi suprasegmental
berfokus pada unsur fonetik, yaitu akustik, artikulatoris sebagai fitur
fonologi. (lihat Mielke, Kochetov, Hamman). Dalam kaitannya dengan itu, Kügler
(2009) membedakan dua kontribusi variasi tonal pada suprasegmental (1) ton mana
yang dipetakan pada fungsi grammer (Bergmann), (2) fungsi grammer mana yang
dipetakan pada ton. Variasi pada satuan segmental lebih menekankan pada aspek produksi
dan persepsi variasi bunyi segmental secara kontekstual. Kügler (2009) menambahkan,
variasi bahasa tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor di luar bahasa
misalnya etnisitas, dan age group (lihat Šimáčková,
Cristófaro-Silva dan Guimarāes, serta
karena perbedaan antara bahasa zaman dahulu dengan bahasa-bahasa yang
berkembang saat ini (Jacewicz et al).
Selain secara
fonologis, variasi bahasa juga terjadi secara sintaksis, misalnya pada kata
dalam kalimat bahasa Inggris: “What’s
up?” [w«ts«p], dalam komunitas Hip-Hop
menyebutnya [w«d«p], kemudian dalam komunitas
tertentu menyebutnya [s«p]
sebagai bentuk variannya.
Dalam
kaitannya dengan bahasa dan etnisitas, ada beberapa hal yang sangat penting
dalam membentuk ethnicity identity,
di antaranya sebagai berikut:
a)
A
heritage language.
Fokus pembicaranya mengenai
identitas etnik. Identitas etnik berperan penting dalam membedakan kelompok
etnik dan kebanggaan atau rasa harga diri etnik itu sendiri. Kebervariasan
fonologis terjadi karena faktor heritage yang
terjadi secara turun-temurun yang menunjukkan identitas suatu komunitas etnik.
Dengan kata lain, secara fonologis ada bunyi tertentu yang sudah memfosil dan
sulit dihilangkan bahkan sudah menjadi fonem yang memfosil. Misalnya komunitas
etnik Bali tidak dapat menyebutkan bunyi [f] dan [v] kecuali [p]. Fonem ini
sudah diwariskan sejak lahir.
b)
Specific
linguistic features.
Linguistic
features
termasuk keberagaman merupakan elemen kunci dalam memreproduksi identitas etnik
(ethnic identity) dan aspek identitas lainya seperti gender, dan social class. Aspek yang menarik dalam ethnicity dan language
adalah adanya perbedaan jenis variabel yang dilihat misalnya: fonetik,
sintaksis atau leksikal.
c)
Suprasegmental
features.
Suprasegmental featureas
merupakan bagian dari etnic identity. Menurut Fought dan Fought (2002) syllable
timing merupakan faktor penting dalam bahasa Inggris yang digunakan oleh
penutur Mexican-American di Los Angeles. Green (2002:124) menambahkan, sebagian
penutur Mexican-American menggunakan dialek standar bahkan pola intonasi yang
menampakkan ethnisitas mereka.
d)
Using a
borrowed variety.
Using a
borrowed variety
banyak dialami oleh bahasa-bahasa di dunia termasuk bahasa Indonesia. Sebuah code yang semula dari luar ethnic
group, tetapi pantas bagi individu
atau komunitas untuk menggunakan code
tersebut. Using a borrowed variety ini terjadi melalui beberapa proses di antaranya proses
difusi, proses inovasi leksikal, dan adanya proses konvergensi (kontak bahasa).
Faktor-faktor tersebut juga turut berpengaruh pada kebervariasian leksikon,
atau sintaksis dalam suatu komunitas
etnik.
e)
Code switching
Code switching terjadi karena
pengaruh transfer bahasa pertama (bahasa ibu) dan proses pembelajaran bahasa
kedua. Misalnya: Bahasa Inggris Standar: Do
you want me to set Birchwood on old Otis? (bahasa Inggris
non standar: You want me to set Birchwood
on old man Otis? Bahasa Inggris standar:
That dog would kill the man before he could open his mouth to scream! (bahasa
Inggris non standar: That dog be done
killed the man before he could open his mouth to yell!
3.
Pembahasan
Perhatikan
beberapa contoh leksikon bahasa Indonesia pada tabel berikut ini yang digunakan
oleh beberapa etnik di Indonesia. Dari data tersebut terlihat jelas adanya
suatu keberagaman atau variasi leksikon terutama pada aspek fonologi dan
fonetik.
Data Variasi
Fonetis Bahasa Indonesia pada 5 etnis di Indonesia
Style
|
Etnik
|
||||
Timor
|
Flores
|
Bali
|
Bima
|
Makasar
|
|
Formal
|
pta
|
pta
|
pta
|
pta
|
pta
|
Informal
|
peta
|
pta
|
peta
|
peta
|
peta
|
Formal
|
kmarin
|
kmarin
|
kmarin
|
kmarin
|
kmarin
|
Informal
|
kemaren
|
kmarin
|
kmarin
|
kemaren
|
kemaren
|
Formal
|
rabu
|
rabu
|
rabu
|
rabu
|
rabu
|
Informal
|
rabu
|
rabu
|
¨b
|
rabu
|
rabu
|
Formal
|
kamis
|
kamis
|
kamis
|
kamis
|
kamis
|
Informal
|
kamis
|
kamis
|
kmis
|
kamis
|
kamis
|
Formal
|
mnc¨et
|
mnc¨et
|
mnc¨et
|
mnc¨et
|
mnc¨et
|
Informal
|
menc¨et
|
mnc¨et
|
menc¨et
|
menc¨et
|
menc¨et
|
Formal
|
sudah
|
sudah
|
sudah
|
sudah
|
sudah
|
Informal
|
su
|
suda
|
suda
|
suêa
|
suêa
|
Formal
|
pak
|
pak
|
pak
|
pak
|
pak
|
Timor
|
Flores
|
Bali
|
Bima
|
Makasar
|
|
Informal
|
pa
|
pa
|
pak
|
pa
|
pa
|
Formal
|
kita
|
kita
|
kita
|
kita
|
kita
|
Informal
|
ktoN
|
kita
|
kita
|
kita
|
kita
|
Formal
|
prgi
|
prgi
|
prgi
|
prgi
|
prgi
|
Informal
|
pi
|
pigi
|
prgi
|
prgi
|
prgi
|
Formal
|
b¨i
|
b¨i
|
b¨i
|
b¨i
|
b¨i
|
Informal
|
beri
|
b¨i
|
b¨i
|
beri
|
beri
|
Formal
|
kampuN
|
kampuN
|
kampuN
|
kampuN
|
kampuN
|
Informal
|
kampoN
|
kampuN
|
kampuN
|
kampuN
|
kampuN
|
Formal
|
dahulu
|
dahulu
|
dahulu
|
dahulu
|
dahulu
|
Informal
|
do/dulu
|
dulu
|
dulu
|
êulu
|
êulu
|
Formal
|
lagi
|
lagi
|
lagi
|
lagi
|
lagi
|
Informal
|
lae/ lai
|
lagi
|
lagi
|
lagi
|
lagi
|
Formal
|
sampai
|
sampai
|
sampai
|
sampai
|
sampai
|
Informal
|
sampe
|
sampe
|
sampai
|
sampe
|
sampe
|
Formal
|
saja
|
saja
|
saja
|
saja
|
saja
|
Informal
|
sa
|
saja
|
saja
|
saïa
|
saïa
|
Formal
|
pinjam
|
pinjam
|
pinjam
|
pinjam
|
pinjam
|
Informal
|
pinjam
|
pinjam
|
pinjm
|
pinïam
|
pinïam
|
1.
A
Heritage language
A heritage language
berfokus pada pembicaraan mengenai identitas etnik. Identitas etnik berperan
penting dalam membedakan kelompok etnik dan kebanggaan atau rasa harga diri
etnik itu sendiri. Kecendenrungan setiap etnis memiliki a heritage language, yang sudah memfosil. Ihwal ini mencirikan
identitas etnis tersebut. Misalnya Etnis
Timor tidak mengenal bunyi vokal tengah []
kecuali vokal depan [e], dan cenderung terjadi pelesapan suku kedua, serta
pelesapan fonem akhir. Kemudian Etnis Flores kaya akan bunyi prenasal, dan
bunyi vokal tengah [],
dan sebagian subetnisnya terjadi bervariasi fonem. Penutur Bahasa Indonesia
Dialek Manggarai misalnya sangat produktif dengan bunyi implosif [º] dan [ë], Bahasa Indonesia Dialek Ngadha
sangat produktif akan bunyi vokal tegang, glotal [?]. Etnis Bali tidak mengenal bunyi
friktaif [f], dan bunyi frikatif [v], kecuali bunyi plosif [p]. Etnis Bima juga
tidak mengenal bunyi plosif [d] kecuali bunyi retofleks [ë], dan cendrung lesap bunyi
konsonan akhir. Kemudian, Etnis Makasar hampir tidak mengenal bunyi vokal
tengah [] kecuali vokal depan [e], dan tidak mengenal bunyi
retofleks [ê]. Variasi
bahasa tersebut dapat dengan mudah dibuat pemetaan fonetik berdasarkan etnis
tersebut.
2.
Specific
linguistic features
Penutur Bahasa Indonesia etnis
Timor (BI-ET), Bahasa Indonesia Etnis Flores (BI-EFl), bahasa Indonesia Etnis
Bali (BI-EB), Bahasa Indonesia Etnis Bima (BI-EBi), Bahasa Indonesia Etnis
Makasar (BI-EM) memiliki fitur linguistik khusus yang membedakan penutur etnis
lain. Fitur-fitur tersebut di antaranya dalam bentuk:
1.1 BI-ET
1.1.1
Fonetik
Secara fonetik sebagian besar fonem
vokal tengah [e] berubah menjadi fonem vokal depan [] pada lingkungan di antara
konsonan.
Kaidahnya:
[e] à
[] / K—K
Misalnya:
Peta
kema¨en
menc¨et
beri
pi
1.1.2 Penghilangan
sebagian suku kata
Bentuk
khas penutur BI-ET terjadi penghilangan sebagian suku kata baik pada pronominal
persona, kata sapaan, kata tugas, partikel-partikel maupun pada verba.
Misalnya:
su (sudah)
pi (pergi)
do (dahulu)
sa (saja)
be (beta)
1.1.3 Penghilangan
fonem
Bentuk
khas penutur BI-ET terjadi penghilangan sebagian suku kata baik pada pronominal
persona, kata sapaan, kata tugas, partikel-partikel maupun pada verba.
Misalnya:
lai (lagi)
pigi (pergi)
dolo (dahulu)
1.2 BI-EFl
1.2.1
Fonetik
Secara fonetik,
etnis Flores sebagian besar bunyi vokal depan [e] berubah menjadi bunyi vokal
tengah [] pada lingkungan di antara
konsonan.
Kaidahnya:
[e]à[] / K—K
Misalnya:
mnc¨et
pta
1.2.2
Penghilangan/pelesapan fonem
BI-EFl
terjadi penghilangan sebagian fonem di antaranya:
mnc¨et
b¨i
pigi
dulu
suda
pa
1.3 BI-EB
1.3.1
Fonetik
Secara fonetik,
BI-EB tidak mengenal bunyi frikatif [f] dan [v] kecuali plosif [p] dan vokal
[a] cenderung berubah menjadi vokal []
pada lingkungan setalah silabik akhir.
Kaidahnya: [f]à[p]
/ V—V dan [v]à[p]
/ V—V dan [a]à[] /K—#
1.3.2
Penghilngan/pelesapan [e]
menc¨et
b¨i
1.4 BI-EBi
1.4.1
Fonetik
Secara
fonetik, vokal []
berubah menjadi [e] pada lingkungan bunyi konsonan, Konsonan trill [r] berubah
menjadi bunyi approximant [¨]
pada lingkungan setelah bunyi palatal [c], dan bunyi konsonan alveolar [d]
berubah menjadi retofleks [ê]
pada lingkungan di antara vokal, serta bunyi konsonan approximant [j] berubah menjadi
bunyi palata [ï] pada
lingkungan di antara vokal.
Kaidahnya
sebagai berikut:
[]à[e] / K—K
peta
kemaren
[r]à[¨] /K—
menc¨et
pergi
[d]à[ê] /V—V
suêa
êulu
[j]à[ï] /V—V
saïa
pinïam
1.4.2
Pelesapan fonem
suêa
êulu
menc¨et
1.5 BI-EM
1.5.1
Fonetik
Secara fonetik, vokal [] berubah menjadi [e] pada
lingkungan bunyi konsonan, Konsonan trill [r] berubah menjadi bunyi approximant
[¨] pada lingkungan setelah bunyi
palatal [c], dan bunyi konsonan alveolar [d] berubah menjadi retofleks [ê] pada lingkungan di antara vokal,
serta bunyi konsonan approximant [j] berubah menjadi bunyi palata [ï] pada lingkungan di antara vokal.
Kaidahnya sebagai berikut:
[]à[e] / K—K
peta
kemaren
[r]à[¨] /K—
menc¨et
pergi
[d]à[ê] /V—V
suêa
êulu
[j]à[ï] /V—V
saïa
pinïam
1.5.2
Pelesapan fonem
menc¨et
suêa
êulu
pa
2.
Suprasegmental
features
Fitur
suprasegmental penutur bahasa Indonesia komunitas Timor juga memiliki fitur
tersendiri yang membedakan penutur bahasa Indonesia komunitas yang lain terutama
pada syllabic timing. Bunyi vokal [o]
dan [e] dalam BI-ET berubah menjadi durasi panjang seperti [où] dan [eù] pada lingkungan tertentu. Misalnya
dalam kalimat: Sini doù (ke sini duhalu) dan kita pi sana eù (kita
pigi sana). Biasanya bunyi [eù]
dan [où] sebagai pemarkah akhir kalimat. Fitur suprasegmental BI-EFl di antaranya
pemarkah syllabic timing toù
. Vokal
[o]
berubah menjadi durasi panjang [où] pada akhir suatu kalimat seperti Ia toù
.
Fitur suprasegmental BI-EB di antaranya pemarkah syllabic timing kah. Misalnya: Ia kah. Lalu fitur suprasegmental BI-EBi dan BI-EM di antaranya syllabic timing: êih.
Misalnya dalam kalimat: Ia êih.
4.
Penutup
Etnis merupakan key point terjadinya variasi bahasa pada
suatu peristiwa tutur. Variasi bahasa antar etnik yaitu BI-ET, BI-EFl, BI-EB,
BI-EBi dan BI-EM ditemukan variasi secara fonetik dan fonologi, serta secara
sintaksis. Namun aspek penekanan pada kajian ini hanya pada variasi fonetik
yaitu A heritage language, specific linguistic features, dan suprasegmental features, dan Code
switching, serta pembuatan kaidah umum fonologi dengan tujuan untuk
membedakan anteretnik.
Bibliografi
Chambers, J.K. Peter Trudgill.1980. Dialectology. Cambridge University
Press. New York,London, New Rochelle, Melbourne, Sydney
Coupland,
Nikolas. 2007. Style: Language variation and identity. Cambridge, New
York: Cambridge University Press.
Deumert, Ana. 2000. Language Standardization and
Language Changes.
Fought, Carmen.2006.Language and Ethnicity: Key
Topics in Sociolinguistics. Cambridge University
Press
Kungler,
Frank. Caroline Fery, Ruben Van De Vijver. 2009. Variation and Gradience in Phonetics and Phonology: Fhonology dan
Phonetics.
Labov, William. 2001. Principles
of Linguistic Change Social Factor.
Fasold,
Ralph. 1990. The Sociolinguistic of Language. Blackwell Publisher Ltd 108 Cowley Road .Oxford OX4.
Holmes, Janet. 1992. An Introduction To
Sociolinguistics.: Learning about Language.
Hudson,
R.A. 2001. Sociolinguistic. Second Edition. Cambridge Textbooks in
Linguistics.
Hymes,
D. 1972. Models of The Interaction of
Language and Social Life. In J. Gumperz & D. Hymes (Eds.), Directions
in Sociolinguistics: The Ethnography of Communication. New York: Holt,
Rinehart, Winston.
Hymes, Dell. 1986. Foundations
In Sociolinguistics: An Ethnographic Approach.
Mesthrie, Rajend. Joan Swann. Andrea Deumert dan
William L Leap. 2000. Introducing Sociolinguistics. Edinburgh University
Press.
Patrick
Honeybone,. 2008. “Why Language Variation and Change needs Phonological Theory Linguistics
and English Language,” (artikel) University of Edinburgh patrick.honeybone@ed.ac.uk
Robert Bayley and Ceil (ed). 2007. “Sociolinguistic
variation: Theories, methods, and applications.” Cambridge, New York: Cambridge University
Press. xvi, 405.
Saville,
Muriel. Troike. 2003. The Ethnography of Communication: An Introduction. Third
Edition. Blackwell Publishing.
Wardhaugh, Ronald. 2002. An Introduction To Sociolinguistics. Fourth Edition.
Wolfram, Walt. 1991. Dialects and American
English.
makasih buat info nya ya..berguna buat tugas ku, salam kenal aku yuwi kalau kamu ada waktu silahkan kunjungi blog aku ya curiousyuwie.blogspot.com
BalasHapus