Minggu, 26 Februari 2012

KOMUNIKASI ANTARBUDAYA: KAJIAN TEORI AKOMODASI KOMUNIKASI


Metadata
Perekaman data percakapan bahasa Manggarai dilakukan pada:
Hari/tanggal                      : Selasa, 5 Januari 2012
Waktu                               : pkl. 16.00 wita
Nama Informan                 : Paulus Nai
Jenis kelamin                     : Laki-laki
Umur                                 : 50 tahun
Asal                                   : Bajawa, Kabupaten Ngadha
Penutur Asli                      : Bahasa Ngadha
Alamat tinggal                  : Jl. Sernaru, Kel. Waekelambu, Kec. Komodo, Kab. Manggarai  Barat-NTT
Pekerjaan                           : Petani (selama 20 tahun tinggal di Manggarai)
Pewawancara                    : Vinsensius Gande (mahasiswa S2 Linguistik Murni)
Alat rekam                        : Tape recorder merek sony
Tujuan                               : Untuk memperoleh data transkripsi bahasa Manggarai



KOMUNIKASI ANTARBUDAYA:
KAJIAN TEORI AKOMODASI KOMUNIKASI


A.    Pendahuluan
Komunikasi antara masyarakat yang berbeda budaya merupakan fenomena yang kerap terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena-fenomena tersebut salah satunya adalah fonomena lingual. Fenomena lingual dapat kita amati langsung komunikasi yang terjadi antara seorang penutur (speaker) yang berasal dari daerah Ngada dengan mitra bicara (listener) yang berasal dari daerah Manggarai. Identitas kultural speaker identik dengan bahasa Ngada yang memiliki kekhasan dan keunikan tersendiri. Ketidakmampuan speaker dalam memahami keragaman kultural menimbulkan persoalan-persoalan komunikasi antarbudaya. Dalam konteks ini perlu kita memahami pentingnya cross cultural, yaitu mampu berkonvergen dengan masyarakat yang berbeda budaya. Perbedaan budaya akan berimplikasi pada perbedaan bahasa yang digunakan. Dalam proses pengungkapan diri (self disclosure) terhadap identitas kultural, para penutur tidak melakukannya dengan leluasa kepada semua orang dan pada semua situasi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses pengungkapan diri tersebut, di antaranya adalah; setting of communication, faktor kedalaman hubungan, faktor jenis kelamin dan faktor asal daerah.
Perbedaan bahasa dapat berupa logat, tata cara, perilaku nonverbal, atau simbol-simbol lain yang digunakan. Salah satu yang membedakan dari cara mereka berkomunikasi adalah latar belakang budaya yang berbeda (Anugrah, 2008:31). Menurut Giles, Coupland, dan Coupland, (1991:7) perbedaan bahasa dapat berupa utterance length, posture, gesture, head nodding and facial affect, self disclosure, vocal intencity, information density, dan pausing frequencies and length. Perbedaan bahasa tersebut mengisyaratkan kita agar adanya upaya penyesuaian diri terhadap mitra tutur (listener) dengan tujuan untuk menciptakan hubungan asosiatif (konvergensi) maupun hubungan disasosiatif (divergensi).
  Untuk mengkaji fenomena bahasa tersebut diperlukan pengkajian secara komprehensif melalui Teori Akomodasi Komunikasi (TAK). TAK dapat menemukan regularitas termasuk communicative interchanges and identify, prediction, contextual configuration yang berhubungan secara sistematis satu dengan yang lainnya. Yang dimaksud konteks dalam hal ini mencakupi motivational, strategic, behavioral, attributional, dan evaluative yang interactants satu sama lain tergantung pada communication experiences dan the way in which the social practices misalnya tujuan, identitas, dan struktur sosial.
Dalam hal ini, TAK berfokus pada elaborasi sejumlah proses kontekstual seperti code, style, dan strategy. In the view of some commentators, it may even be considered the predominant theory at the interface between language, communication, social psychology (Bradac, Hopper dan Wiemann 1989; Messick dan Mackie 1989 dalam Giles, Coupland, dan Coupland, (1991:7)).
Di satu sisi, TAK dapat dilihat sebagai organisasi yang multiply organized and contextually complex set of alternatives, face to face talk. Ini berfungsi untuk index, and achieve solidarity atau dissociation from a conversational partner reciprocally dan dynamically. Di sisi lain, TAK dapat dilihat pada krakteristik pola code, dan language selection. Paradigma TAK, adalah (1) social consequences (attitudinal, attributional, behavioral, dan communicative (2) ideological dan macro-societal factors, (3) intergroup variable and processes, (4) discursive practices in naturalistic settings (5) individual life span and group language shifts.
Telaahan ini menjelaskan suatu proses adaptasi bahasa dengan adanya bentuk akomodasi komunikasi. Akomodasi diartikan sebagai kemampuan untuk menyesuaikan, memodifikasi, atau mengatur perilaku seseorang dalam responnya terhadap orang lain (West dan Turner, 2008:217). TAK memberikan perhatian pada interaksi memahami antara orang-orang dari kelompok yang berbeda dengan menilai bahasa, perilaku nonverbal dan penggunaan paralinguistik individu (Gudykunst dan Moody, 2002:44).
Melalui TAK pemahaman bahasa antar penutur dari kelompok yang berbeda menjadi bagian penting untuk terciptanya tujuan komunikasi.Tujuan inti dari TAK, untuk menjelaskan strategi penutur berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain selama berkomunikasi.
B.     Data
SITUASI: (Percakapan di salah satu rumah)
A     : Tabe, ite
B     : Mai ga om, silakan duduk
A     : Terima kasih
B     : Tabe, Mai ce’e ite rebaong?
A     :  Io..
B     : Apa na perlu hitu om ga?
A     : Toe da, daku mau perlu dengan bapanya nono.
B     : Oh, nggitu na. Toe mek cai na, mungkin toe cekoen tau cai e. Nunduk kat agu aku lite ra om.
A     : E da, nunduk kat daku. Jao dia itu hari, mungkin ada jual rua. Go’o jao gaku waktu itu e da daku ma lelo di rumah. Ho’o mai daku ga, jadi atau tidak beli rua itu.
B      : Eng om kami memang perlu ruha lima-n. Ada om punya?
A      : Io, ada. Harga sebutir Rp2000.
B      : Kalau gitu, bawa besok padi Om,
A      : Io..
B      : Ini sudah Bapaknya.
A      : Oe getok na, dari mana saja kraeng?
B      : Pulang dari besuk teman. Udah dari tadi?
A      : Io rebao daku ga. Reba da ite ho’o ro?
B      : Ah, ada-ada saja.

C. Pembahasan
Leksikon tabe ‘selamat’, dan io ‘ya’ dalam kalimat di atas memiliki fungsi penggunaan yang berbeda. Tabe dipakai untuk menyapa mitra bicara dan io dipakai untuk menyatakan persetujuan atau menjalin kontak antara pembicara (speaker) dan mitra bicara (listener). Leksikon tabe dan io merupakan fitur bahasa khusus (specific linguistic features) yang mencirikan keunikan bahasa Manggarai (bM). Pemakaian leksikon tabe dalam bM misalnya, dapat dibedakan atas beberapa fungsi di antaranya (1) menyampa tuan rumah, (2) menyapa tamu, (3) meminta bicara, (4) meminta permisi, (5) menyapa orang yang dianggap dihormati. Beberapa fungsi tabe tersebut dapat dijelaskan fitur-fitur konvergen (convergent features) seperti yang dianjurkan oleh Giles, Coupland, dan Coupland, (1991:7), yaitu utterance length, posture, gesture, head nodding and facial affect, self disclosure, vocal intencity, information density, dan pausing frequencies and length.
Tabe terdiri atas 3R: Ris ‘menyapa’, Raes ‘merasa bersaudara’, dan Raos ‘tujuan pembicaraan’. Ke-3R tersebut merupakan sebuah tradisi Manggarai yang sangat sulit dipisahkan dari kehidupannya. Sebab tanpa ris tamu merasa tidak raes, apalagi raos. Dalam tradisi orang Manggarai, tamu didahulukan dengan ris baru tamu dengan tuan rumah merasa raes dan raes. Dalam hal ini, tamu dengan tuan rumah sudah dianggap keluarga, sahabat sehingga tidak perlu lagi ada perasaan malu. Jika ada sesuatu yang akan disampaikan dipersilakan. Jika raes, dan raos didahulukan, maka tamu menganggap dirinya tidak berterima di rumah itu, walaupun disuguhkan dengan makanan yang enak, atau disuguhkan serba ada. Sehingga ris merupakan sebuah tradisi yang wajib dilakukan oleh orang Manggarai terhadap tamu, sebelum raes, dan raos.
a.    Utterance length
Tabe dalam kalimat di atas diujarkan agak panjang misalnya tabeù. Fitur suprasegmental [eù] merupakan syllabic timing. Bunyi vokal [e] berubah menjadi durasi panjang [eù] atau intensitas vokal (vocal intencity) berdurasi panjang dan intonasi datar. Pengucapan syllabic timing oleh mitra bicara dalam teks di atas diujarkan dengan vokal panjang [eù]. Ini menunjukkan bentuk konvergensi mitra bicara terhadap penutur asli bM. Syllabic timing [eù] pada tabe merupakan fitur khusus untuk menyapa Tuhan, menyapa tuan rumah pada saat bertamu, menyapa orang tua atau orang-orang yang dihormati, baik di luar rumah maupun di dalam rumah. Pada prinsipnya bahwa leksikon tabe digunakan untuk menyapa Tuhan dan orang-orang yang dihormati.
Selain itu, io juga diujarkan agak panjang misalnya ioù. Fitur suprasegmental [où] merupakan syllabic timing. Bunyi vokal [e] berintensitas panjang [où] tanpa tekanan atau intensitas vokal (vocal intencity) berdurasi panjang dan intonasi datar. Bunyi panjang tersebut merupakan ciri pembeda khusus untuk Tuhan, leluhur atau kepada mitra bicara yang dihormati. Sedangkan untuk tamu biasa diujarkan agak pendek [io>]. Pengujaran io dalam konteks kalimat di atas agak pendek. Mitra bicara berusaha menggunakan io untuk menunjukkan solidaritas terhadap tuan rumah yang dikunjunginya.
b.   Posture, gesture, head nodding and facial affect
Tabe dan io diujarkan dengan lebih santun kepada mitra bicara. Di samping itu, aspek posture, gesture, head nodding, and facial affect pun tidak dapat diabaikan karena bagaimanapun beberapa aspek tersebut dapat memberikan sensible atau make sense. Dalam tradisi Manggarai pengujaran tabe, dan io untuk mitra bicara yang dihormati atau Tuhan harus terlebih dahulu menundukkan kepala sebagai bentuk penghormatan pembicara terhadap mitra bicara. Tabe 3R tidak hanya aspek lingual yang diperhatikan tetapi juga aspek non-lingual, seperti posture, gesture, head nodding, and facial affect misalnya posisi duduk, posisi tangan saat berjabat tangan, dan posisi kepala, serta pandangan mata. Itu semua harus diperhatikan dalam tabe dan io.
Beberapa leksikon dalam teks di atas yang berkaitan dengan sapaan awal pembicaraan terhadap mitra bicara dengan tujuan untuk mengekspresikan bentuk konvergensi, di antaranya tabe ‘selamat’ dan io ‘ya’. Tabe diujarkan agak panjang dan intonasi rata. Biasanya terjadi perbedaan dalam penggunaannya oleh bukan penutur asli bahasa Manggarai. Perbedaanya terletak pada unsur suprasegmental. Penggunaan tabe dalam teks di atas merupakan syllabic timing yang berintensitas vokal panjang [eù] sedangkan io diujarkan agak pendek [io>].
c.    Jokes, ekspressing, dan solidarity
Ujaran seperti oe lae ‘maki laki’, kraeng ‘tuan’ dan reba ‘ganteng’ dalam teks di atas merupakan bentuk jokes, ekspressing,dan solidarity. Untuk kepentingan konvergensi, Pembicara (speaker) sangat penting menggunakan ujaran-ujaran tersebut agar dia dapat diterima dalam lingkungan penutur bM. Karena ada suatu asumsi bahwa bahasa dapat menciptakan solidaritas antarpenuturnya. Meskipun ujaran berupa kata-kata makian, tetapi dalam konteks tertentu dimaknai sebagai jokes dan bentuk solidaritas.
Pengujaran oe lae misalnya, dapat menimbulkan kemarahan bagi mitra bicaranya apabila keduanya belum saling kenal. Dalam konteks teks di atas, pengujaran oe lae dimaknai sebagai jokes, dan solidarity bukan bermakna makian. Penggunaan oe lae lebih diarahkan pada bentuk konvergensi pembicara terhadap mitra bicara.
Begitu pula ujaran kraeng ‘tuan’ oleh speaker terhadap mitra bicara lebih menunjukkan suatu konvergensi. Pengujaran lesksikon kraeng merupakan salah satu fitur bahasa khusus (specific linguistic features) yang melambangkan keetnisan Manggarai. Fitur bahasa khusus juga terjadi pada daerah lain, yaitu orang Bajawa disapa lame, orang Ende disapa bele, dan orang Maumere disapa mo’at. Kesemuanya ini merupakan bentuk solidaritas pembicara (speaker) terhadap mitra bicara dengan suatu tujuan agar lebih dekat, akrab, dan bersahabat.
Pengujaran reba ‘ganteng’ oleh speaker dalam teks di atas merupakan salah satu bentuk konvergensi untuk menciptakan solidarity, jokes, dan ekspressing terhadap mitra bicara. Meskipun kenyataan bahwa mitra bicara tidak ganteng, tetapi hal ini tidak diungkapkan kenyataan yang sebenarnya. Pengujaran reba pertanda adanya konvergen speaker dengan mitra bicara.
d.   Information density
Dalam teks di atas terdapat sejumlah information density, yaitu toe da ‘tidak’, jao ‘mengatakan’, go’o jao ‘dikatakan demikian’, rua ‘marah’, reba da ‘ganteng sekali’, e da daku ‘ya saya punya’. Beberapa contoh tersebut ada beberapa fonem yang dilesapkan atau dihilangkan baik pada fonem akhir maupun pada fonem awal kata. Fonem yang dihilangkan atau dilesapkan di antaranya: [n] pada toe da, reba da; fonem [ng] pada e da daku, jao, go’o jao, dan fonem [h] pada rua.
Bahasa Manggarai cukup kaya dengan fonem prenasalize seperti nda, nggo’o, dan jaong.  Sedangkan bahasa Ngada tidak produktif dengan bunyi prenasalize.Oleh karena itu, penutur bahasa Ngada sangat sulit berkonvergensi dengan bunyi prenasalize. Ini berimplikasi pada penghilangan fonem nasal baik pada awal kata maupun akhir kata. Demikian pula pada fonem [h] terjadi pelesepan. Pelesapan fonem [h] dipengaruhi oleh bahasa Ngada yang tidak mengenal bunyi [h] di antara vokal. Sehingga fonem [h] pada ruha dalam bM dilesapkan menjadi rua.
Beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa densitas prenasalize, dan fonem [h] terjadi pelesapan karena dipengaruhi oleh bahasa Ngada yang minim terhadap konsonan prenasalize dan fonem [h] di antara vokal.


DAFTAR PUSTAKA


Anugrah, Dadan. 2008. Komunikasi Antarbudaya. Jakarta : Jala Permata

Giles, H. Coupland, J and Coupland, N.1991. Accomodation theory: Communication, Context, and Consequence. Contexts of Accomodation: Studies Emotion & Social Interaction. Edited by Giles H, Coupland J and Coupland N. USA: Cambridge University Press.

Gudykunst, William B. and Mody ed, Bella. 2002. Handbook of International and Intercultural Communication. New York : Sage

West, Richard dan Turner, Lynn H. 2008. Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi. Jakarta : Penerbit Salemba Humanika


Senin, 30 Januari 2012

OBJEK GANDA DALAM BAHASA INDONESIA



A.    Pendahuluan
Fokus kajian tentang kalimat dalam tulisan ini ada empat hal pokok, yakni 1) mengidentifikasi  kalimat yang berkonstruksi V  PP,  2) mengidentifikasi kalimat yang berkonstruksi V NP PP,  3) mengubah kalimat berkonstruksi V PP menjadi V NP, 4) mengubah kalimat yang berkonstruksi  V NP PP menjadi  V NP NP.
Kajian ini bertujuan untuk (1) mengetahui apakah kalimat dalam bahasa Indonesia memiliki struktur V PP, (2) mengetahui apakah struktur V PP dapat diadvancement  menjadi V NP, dan (3) mengetahui apakah struktur V NP PP dapat diadvancement menjadi  V NP NP.  Data yang dianalisis dalam tulisan ini adalah kalimat yang dihimpun dari sebuah novel berjudul Kaleidoscope  oleh Danielle Stell  tahun 2000.
Dari hasil kajian ini dapat digarisbawahi bahwa yang menjadi struktur dasar (basic structure) kalimat dalam Bahasa Indonesia, adalah V PP, dan V NP PP.  Stuktur V PP sebagai dasar pembentukan  V NP, dan struktur V NP PP sebagai dasar pembentukan V NP NP.  Dari kalimat yang dihimpun, sebagian PP tidak dapat diadvancement  menjadi NP.




B.     Batasan Verba
Menurut Alwi, dkk. (2003:88), Ciri-ciri verba dapat diketahui dengan mengamati (1) peran semantis, (2) perilaku sintaksis, dan (3) bentuk morfologisnya. Verba dari segi perilaku semantisnya, dapat dibagi menjadi tiga yakni 1) verba perbuatan (aksi) misalnya laribelajar, membelikan, memukuli 2) verba proses misalnya meledak, meninggal, mengering,  3) verba keadaan misalnya : mati, suka.  Sedangkan verba dari segi perilaku sintaksis, berkaitan erat dengan makna dan sifat ketransitifan verba. Ketransitifan verba ditentukan oleh dua faktor  yakni (1) adanya nomina yang berdiri di belakang verba yang berfungsi sebagai objek dalam kalimat aktif. (2) kemungkinan objek itu berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif.
Alwi, dkk. (2003:162) juga menambahkan verba merupakan unsur yang sangat penting dalam kalimat karena dalam kebanyakan hal verba berpengaruh besar terhadap unsur-unsur lain yang harus atau boleh ada dalam kalimat tersebut. Pada dasarnya verba terdiri atas verba transitif dan verba intransitif.  Verba transitif adalah verba yang memerlukan nomina sebagai objek dalam kalimat aktif, dan objek itu dapat berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif. Verba transitif  dibagi tiga bagian, yakni  (1) verba ekatransitif, yakni verba yang diikuti oleh satu objek. (2) verba dwitransitif  yakni verba yang dalam kalimat aktif dapat diikuti oleh dua nomina, satu sebagai objek, dan satunya lagi sebagai pelengkap. (3) verba semitransitif, yakni verba yang objeknya boleh ada boleh juga tidak. Sedangkan verba intransitif, adalah verba yang tidak memiliki nomina di belakangnya yang dapat berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif.  Jika ditinjau dari segi fungsinya, verba (maupun frasa verbal) terutama menduduki fungsi predikat. Walaupun demikian, verba dapat pula menduduki fungsi lain seperti subjek, objek, pelengkap dan keterangan.
Secara semantis Verba berperan sangat penting dalam mengontrol jumlah argumen yang dibutuhkan oleh verba itu sendiri. Misalnya verba berlari bervalensi sintaksis yang lebih rendah daripada melarikan. Verba berlari hanya dapat mengikat satu  argumen sebagai agen. Contoh: Andi berlari menuju rumah. Argumen yang butuhkan oleh verba  adalah Andi yang berfungsi sebagai agen. Sedangkan melarikan  mampu mengikat dua atau lebih argumen. Contoh: Andi melarikan adiknya ke rumah paman. Verba melarikan memerlukan dua argumen yakni Andi sebagai argumen pertama yang berfungsi sebagai agen, dan adiknya sebagai argumen kedua yang berfungsi sebagai objek.  Acuan konsep verba yang digunakan dalam tulisan ini adalah Verba menurut Alwi, dkk. (2003). Alwi, dkk menjelaskan bahwa verba merupakan unsur yang paling penting dalam kalimat karena dalam kebanyakan hal verba berpengaruh besar terhadap unsur-unsur lain yang harus atau boleh ada dalam kalimat tersebut. Unsur-unsur kalimat yang dimaksud adalah  agen, dan objek ( pasien )  yang dikontrol/diikat oleh  verba itu sendiri. Oleh karena itu, berbicara tentang objek tidak dapat dipisahkan dari fungsi verba.

C.    Landasan Teori
Teori yang digunakan dalam kajian ini adalah teori Relational Grammer menurut Barry J. Blake.  Teori  RG membicarakan empat hal pokok, yakni (1) struktur  Subjek,  Direct Object, Indirect Object dan Oblique yang berkonstruksi  V NP, dan V NP PP serta  V NP NP.  Dalam hal ini, apakah di belakang verba terdiri atas satu NP,  atau  NP NP. Apakah satu NP di belakang verba berfungsi sebagai objek secara semantis, ataukah dua NP di belakang verba berfungsi sebagai objek atau salah satunya sebagai objek dan satunya lagi sebagai pelengkap.  (2) revaluation. Revaluation terdiri atas tiga proses yakni advancement, demotion, dan retreat. (3) Universal Alignment Hypothesis (UAH) dan (4) Multi Strata. Mekanisme kerja multi strata tersebut mencakupi  advancement, demotion, dan retreat.
Secara sintaksis, mengenal tiga struktur klausa/kalimat yakni struktur argumen, struktur sintaksis, dan struktur informasi.  Struktur argumen dalam sebuah kalimat lebih berfokus pada berapa jumlah argumen yang diperlukan verba untuk membentuk struktur verba. Sebab verba intransitif valensi sintaksisnya lebih rendah daripada verba transitif. Hal ini terjadi karena verba intransitif hanya mampu mengikat satu argumen sedangkan verba transitif yang dikenakan afiks me-N, me-kan dan me-i dapat mengikat dua atau lebih argumen. Sedangkan struktur sintaksis berbicara tentang  pola urutan konstituen  S P O serta merealisasikannya. Konstituen kalimat terdiri atas dua struktur yakni 1) struktur kategori  berupa NP atau PP, dan  2) struktur alternasi (alternation structure) berupa revaluasi dengan cara mengetes objek dalam bentuk pasif  melalui advancement, demotion dan retreat. Struktur alternasi bertujuan untuk mengetahui struktur dasar dan struktur derivasi dalam sebuah kalimat. Melalui pengetasan ini kita dapat mengetahui apakah NP yang berada di belakang verba merupakan berfungsi sebagai objek atau sebagai pelengkap saja. Hal ini perlu dilakukan karena ada dua asumsi dasar bahwa  1) V NP NP sebagai struktur dasar (based structure) sedangkan V NP PP sebagai struktur derivasi (derived structure), dan 2) V NP PP  sebagai struktur derivasi (derived structure) sedangkan V NP PP sebagai struktur dasar (basic structure).  Menurut teori RG , V  NP PP sebagai struktur dasar (basic structure) sedangkan  V NP NP merupakan struktur derivasi (derived structure). Teori RG sangat relevan dengan struktur Bahasa Indonesia. Oleh karena itu, kajian ini sangat relevan dengan teori RG. Sebab data kalimat yang  temukan penulis dari sebuah novel yang berjudul Kaleidoscope  karya Danielle Steel berstruktur dasar V PP, V NP PP  dan tidak ditemukan  struktur  dasar  berkonstruksi  V NP NP. Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam bahasa Indonesia  V PP, dan V NP PP  sebagai struktur dasar  (based structure) sedangkan V NP NP merupakan  struktur derivasi (derived structure).




D.    Data Kalimat berkategori  V  PP  dan  V NP NP
  1. Kalimat yang berkategori V PP
a)      Preposisi di
Contoh :
1.      Artur  berdiri  di tepi jalan (Hal 39)
          N       V               PP
2.      Ia   berhenti  di sebuah kafe kecil (Hal 43)
        N       V                           PP
3.      Hilari berdiri canggung  di samping pesawat televisi (Hal 132)
         N               VP                              PP
4.      Dia   berbaring  di tempat tidur (Hal 139)
        N            V                    PP

Kalimat di atas merupakan kalimat yang berstruktur  V PP.  Kalimat (1) sampai dengan (4) dimarkahi oleh afiks ber- pada verba (V) dan  menggunakan preposisi di  pada PP. Verba berdiri, berhenti, dan berbaring pada kalimat tersebut merupakan verba intransitif.  Berdiri, berhenti dan berlari merupakan verba yang tingkat valensi sintaksisnya lebih rendah daripada melarikan, memberhentikan atau membaringkan. Karena verba berdiri, berhenti  dan berbaring,  memerlukan hanya satu argumen yang berperan sebagai agen.  PP di tepi jalan dan di samping pesawat televisi dapat dilakukan advancement menjadi  NP  tepi jalan, dan samping pesawat televisi.   Karena  tepi, dan samping merupakan bagian dari NP tepi jalan, dan samping pesawat televisi, dan bukan frase gabungan di tepi dan di samping asalkan  nomina pertama mempunyai ciri lokatif. Suatu preposisi dapat bergabung dengan dua nomina asalkan nomina yang pertama mempunyai ciri lokatif (Alwi, dkk. 2003:291). Sedangkan pada kalimat (2) dan (4) di atas, PP di sebuah kafe kecil, dan di tempat tidur tidak dapat dilakukan advancement karena hanya ada satu nomina di belakang preposisi di. Apabila preposisi tersebut ditambah satu nomina seperti di depan sebuah kafe kecil dan di atas tempat tidur maka  PP dapat dilakukan advancement, misalnya depan sebuah kafe kecil dan atas tempat tidur.  Tetapi NP hasil advancement tersebut berfungsi sebagai pelengkap, bukan sebagai objek yang dapat dipasifkan. Walaupun objek dan pelengkap berupa NP dan berada langsung di belakang verba.  Bentuk advancement kalimat (1) dan (3) dapat dilihat pada kalimat (5) dan (6) berikut ini.
5.      Artur  berdiri  tepi jalan
          N       V          NP
6.      Hilari berdiri canggung  samping pesawat televisi
         N               VP                              NP
b)     Preposisi ke
Contoh :
7.      Dia   menatap   ke langit (Hal 179)
         N          V            PP
8.      Georgine  menyelinap  ke tempat tidurnya (Hal 181)
             N                  V                      PP
9.      Hilari   membalik  ke arahnya (Hal 184)
         N               V                   PP
10.  Dia  berjalan kembali  ke hotelnya  setelah kejadian itu (Hal 194)
         N              VP                       PP                      Ket

Kalimat  di atas berkonstruksi  V PP.  Kalimat (7), (8), (9)  dimarkahi  afiks me- dan  kalimat  (10)  dimarkahi afiks ber- pada verba (V) dan  menggunakan preposisi  ke  pada PP. Verba menatap, menyelinap, membalik merupakan verba semitransitif karena objeknya boleh ada boleh juga tidak atau objeknya manasuka. Verba menatap menyelinap, dan membalik  merupakan verba yang memerlukan lebih dari satu argumen. Sedangkan verba berjalan merupakan verba intransitif yang hanya memerlukan satu argumen sebagai agen. PP  ke tempat tidurnya, ke arahnya, dan ke hotel pada kalimat tersebut di atas tidak dapat dilakukan advancement menjadi NP tempat tidurnya, arahnya, dan hotel. Kecuali verba menatap pada kalimat (7). Bentuk advancement kalimat (7) seperti pada kalimat (11) berikut ini.
11.  Dia   menatap   langit
         N          V        NP

c)      Preposisi dari
Contoh :
12.  Dia    mengangguk tersadar  dari lamunannya (Hal 15)
        N                     VP                             PP 
13.  Dia   sudah belajar banyak  dari wawancara pertama (Hal 193)
                            VP                                   PP

Kalimat di atas merupakan kalimat yang berstruktur V PP.  Kalimat (12) dan (13) dimarkahi  afiks  meng-  dan  ber- pada verba  (V) dan menggunakan preposisi  dari.  PP dari lamunannya, tidak dapat di-advancement  menjadi NP karena verba mengangguk  merupakan verba semitransitif yang tak berpelengkap. Sedangkan PP dari wawancara pertama dapat dilakukan advancement menjadi NP karena verba belajar merupakan verba intransitif berpelengkap manasuka. Verba belajar  tingkat valensi sintaksisnya lebih rendah daripada  membelajarkan. Karena verba belajar hanya mampu mengikat satu argumen saja. Walaupun PP di-advancement menjadi NP tetapi bukan berperan sebagai objek melainkan Pelengkap. Bentuk advancement kalimat (13) adalah sebagai berikut.
Dia   sudah belajar banyak  wawancara pertama
       NP                   VP                          NP


d)     Preposisi dengan
Contoh :
14.  Kita  bertemu  dengan Chapman  kemarin (Hal 51)
N           V           PP                N
15.  Hilari  menatap  dengan sorot tak percaya (Hal 131)
N             VP                      PP                   
16.  Hilari  melangkah  dengan tenang (Hal 170)
N               V                   PP

Kalimat di atas merupakan kalimat yang berstruktur  V PP.  Kalimat (14) berafiks ber-,  dan kalimat (15) dan (16) berafiks men- pada VP dan menggunakan preposisi dengan pada PP. PP dengannya, dengan sorot tak percaya dan dengan tenang dapat dilakukan advancement menjadi NP. Walaupun demikian, verba  menatap, melangkah merupakan verba semitransitif  yang valensi sintaksisnya memerlukan dua argumen. Sedangkan verba bertemu adalah verba intransitif yang berpelengkap manasuka hanya memerlukan satu argument saja. Misalnya pada contoh kalimat (17), (18) dan (19) berikut ini.  
17.  Kita  bertemu  Chapman  kemarin
N           V            N               N
18.  Hilari  menatap   sorot tak percaya 
N             VP                    NP
19.     Hilari  melangkah  tenang
N               V             NP

e)      Preposisi pada
Contoh :
20.   Ia   bertanya   pada  Sam  (Hal 46)
       N       V                  PP                      
21.  Eillen  tidak bicara  pada mereka sama sekali (Hal 141)
         N          VP                          PP
22.  Hilari  begitu banyak mengingatkan  pada anak perempuannya sendiri (167)
        N                            VP                                                 PP                                                                             

Kalimat di atas merupakan kalimat yang berstruktur V PP. Kalimat  (20) berafiks        ber-,  dan kalimat  (21) berafiks me-kan  serta V dalam bentuk invinitif.  Preposisi yang digunakan adalah  preposisi pada.  Verba mengingatkan merupakan verba semitransitif yang tingkat valensi sintaksisnya lebih tinggi karena dapat mengikat tiga argumen misalnya: Hillary sebagai argumen 1, -nya (sesuatu yang diingatkan) sebagai argument 2 dan anak perempuannya sendiri sebagai argumen 3.  Sedangkan verba bertanya dan bicara  merupakan verba intransitif  yang valensi sintaksis lebih rendah karena hanya hanya mampu mengikat satu argumen sebagai agen, dan yang lainnya pelengkap. PP pada Sam, pada mereka sama sekali, dan pada anak perempuannya sendiri dapat dilakukan advancement menjadi NP. Misalnya pada contoh kalimat (23) (24), dan (25) berikut ini.

23.  Ia   bertanya  Sam
        N       V        NP             
24.  Eillen  tidak bicara  mereka sama sekali
         N            VP                    NP
25.  Hilari  begitu banyak mengingatkannya  anak perempuannya sendiri
        N                        VP                                           NP                                                                             
f)       Preposisi kepada
Contoh :
26.  Artur   berbisik  kepada Solange (Hal 61)
N               V             PP
27.  Dia  jarang berbicara  kepada mereka (Hal 140)
N            VP                          PP
28.  Dia  menoleh  kepada Hilari (Hal 180)
N           V                  PP
29.  Dia  memandang  kepada Hilari  (Hal 204)
N             V                       NP
Kalimat di atas merupakan kalimat yang berstruktur  V PP.  Kalimat (26), (27) berafiks         ber-,  dan  kalimat (28), (29) berafiks men- pada Verba (V) serta menggunakan preposisi kepada pada PP.  Verba berbisik tergolong verba intransitif tak berpelengkap sehingga PP tidak dapat di-advancement menjadi NP.  Sedangkan  PP pada verba berbicara  dapat dilakukan advancement menjadi NP karena tergolong verba intransitif yang berpelengkap. Berbeda dengan verba menoleh dan memandang tergolong verba semitransitif. Sehingga PP dapat berubah menjadi NP dan berperan sebagai objek yang dapat dipasifkan. Pada verba menoleh dan memandang dalam kalimat (28) dan (29) tersebut, PP kepadanya, kepada mereka, dan kepada Hillary dapat dilakukan advancement menjadi NP.  Bentuk advancement kalimat (28) dan (29) dapat dilihat pada kalimat (30) dan (31) berikut ini.
30.  Dia  menoleh  Hilari
N          V         NP
31.  Dia  memandang  Hilari
N             V            NP

g)      Preposisi agar
Contoh :
32.  Aku  berdoa  agar  sehat selalu  (Hal 140)
       N     VP                    PP
33.  Abrams  tetap berusaha  agar  menikah (Hal 344)
        N                V                       PP

Kalimat di atas merupakan kalimat yang berstruktur  V PP.  Kalimat (32) dan (33) berafiks ber- dan menggunakan  preposisi agar pada PP.  Berdoa dan berusaha merupakan verba intransitif manasuka.  Verba tersebut bervalensi sintaksisnya lebih rendah daripada mendoakan, dan mengusahakan. Karena verbanya hanya mampu mengikat satu argument. Sedangkan mendoakan, dan mengusahakan dapat mengikat lebih dari dua argumen.  PP agar sehat selalu, dan agar menikah  dapat dilakukan advancement menjadi NP kamu sehat dan kita menikah dalam konstruksi V NP.  Tetapi NP hasil advancement berfungsi sebagai pelengkap, bukan sebagai objek. Walaupun berada langsung di belakang verba. Bentuk advancement  kalimat (32) dan (33) dapat dilihat pada kalimat (34) dan (35) berikut ini.
34.  Aku  berdoa  sehat selalu
       N      VP            NP
35.  Saya  tetap berusaha  menikah
        N              V                 N


h)     Preposisi untuk
Contoh :

36.  Saya  datang  untuk menemui Mr. Paterson (Hal 196)
        N        V                       PP
37.  Aku   tidak berniat   untuk duduk bersamamu (Hal 201)
       N              VP                                PP

Kalimat di atas merupakan kalimat yang berstruktur V PP.  Kalimat (36) tidak dimarkahi afiks pada verba (V) sedangkan  kalimat  (37) dimarkahi afiks ber-  dan  menggunakan preposisi untuk pada PP.  Verba  datang dan berniat merupakan verba intransitif berpelengkap. PP  untuk  menemui Mr. Paterson dan untuk duduk bersamamu dapat dilakukan advancement menjadi  NP dalam konstruksi V NP.  NP yang di-adavancement berfungsi sebagai pelengkap, bukan sebagai objek walaupun berada langsung di belakang verba. Kedua verba tersebut bervalensi sintaksis rendah karena hanya mengikat satu argumen sebagai agen misalnya: saya dan Aku. Bentuk advancement kalimat (36) (37)  dapat dilihat pada kalimat (38) dan (39) berikut ini.
38.  Saya  datang   menemui Mr. Paterson
        N        V                       NP
39.  Aku   tidak berniat   duduk bersamamu
       N              VP                    NP

E.     Kalimat kategori  V NP PP
2.   Kalimat yang berstruktur V NP PP
i)        Preposisi di
Contoh:
40.  Eillen  menghempaskan  diri   di sofa (Hal 132)
  N                    V              N        PP
41.   Dia  meletakkan  alas darurat  di ranjang bayi (Hal 133)
        N            V             NP                  PP
42.  Dia  memimpikan  hal itu  di malam hari (Hal 157)
        N           V               NP          PP
43.  Hilari  sering merenungkan hal itu  di larut malam (Hal 173)
                 N                     VP              NP           PP
44.  Hillary   mengempaskan  barang tersebut  di meja Bill (268)
         N                     V                 NP                        PP
45.  Jack  membanting   pintu  di belakangnya (Hal 170)
        N                V          N              PP

Kalimat di atas merupakan kalimat yang berstruktur  V NP PP. Kalimat (40),  (41), (42), (43), (44) berafiks me-kan dan kalimat (45) berafiks me- pada verba (V). Kalimat (40) sampai dengan (45) menggunakan preposisi di pada PP. Verba menghempaskan, meletakan, memimpikan, merenungkan, dan membanting pada kalimat tersebut, merupakan verba ekatransitif  karena verba tersebut memerlukan sebuah objek.  Kelima verba tersebut bervalensi sintaksis lebih tinggi karena mampu mengikat dua argumen. PP di sofa, di ranjang bayi, dan di belakangnya  dalam kalimat tersebut tidak dapat dilakukan advancement menjadi NP NP dalam konstruksi V NP NP kecuali PP di malam hari, di larut malam, di meja Bill. NP hasil advancement tersebut berfungsi sebagai pelengkap bukan objek walaupun berada langsung di belakang verba. Sedangkan  PP di sofa, di ranjang bayi, dan di belakangnya tidak dapat di-advancement karena  hanya memiliki satu NP di belakang preposisi di. Kecuali PP memiliki dua nomina dan nomina pertama berciri lokatif. Misalnya : PP atas sofa, atas ranjang, meja Bill dan bagian belakangnya. Bentuk advancement dari kalimat (42) (43) dan (44) dapat dilihat berikut ini.
Dia  memimpikan  hal itu   malam hari
  N           V              NP           NP
Hilari  sering merenungkan  hal itu  larut malam
          N                     VP                 NP         NP
Hillary   mengempaskan  meja Bill barang tersebut 
   NP                V                   NP          NP

j)       Preposisi ke-
Contoh:
1.      Solangi  menemani  sam   ke pelajaran akting (67)
        N              V            N                PP
2.      Solangi   melempar  koran itu  ke tempat cuci piring (87)
        N              V             NP               PP
3.      Sam  memalingkan wajahnya  ke arah Artur (Hal 102)
              N               V              NP              PP          
4.      Ia   melemparkan  topi bajanya  ke udara (Hal 61)
      N             V               NP               PP
5.      Ia   menjatuhkan  dirinya  ke sebuah kursi (Hal 108)
     N              V             NP             PP

Kalimat di atas merupakan kalimat yang berstruktur V NP PP. Kalimat  (46) berafiks me-i  dan kalimat (47) berafiks  me- serta kalimat (48), serta kalimat (48), (49) dan (50) pada Verba (V).  Kalimat (46) sampai dengan (50) menggunakan preposisi ke  pada PP.  Menemani, melempar, melemparkan, memalingkan, dan menjatuhkan pada kalimat tersebut merupakan verba ekatransitif  karena dapat mengikat dua argumen.  PP ke pelajaran akting pada kalimat (46) dan (48) dapat dilakukan advancement menjadi NP dalam konstruksi V NP NP. Sedangkan PP ke pada kalimat (47) (49) (50) tidak dapat dilakukan advancement menjadi NP karena PP hanya mempunyai satu nomina di belakang preposisi ke. Jika PP memiliki dua nomina di belakang preposisi maka, PP dapat di-advancement. Misalnya : atas tempat cuci piring, atas udara dan atas sebuah kursi. Bentuk advancement konstruksi kalimat (46) dapat dilihat pada kalimat (51) berikut ini.
6.      Solangi  menemani  pelajaran akting  Sam
          N              V             NP                  NP
    Ia  memalingkan  arah Arthur  wajahnya
    N            V                 NP               NP
       

k)      Preposisi dari-
Contoh:
7.      Hilari  menatapnya  penuh kecurigaan  dari balik wajah sekeras baja (Hal 188)
        N              VP                      NP                                    PP                  
8.      Jhon  melambaikan  tangannya  dari dalam taksi (357)
         N             V                NP                 PP
9.      Dia  akan meramalkan  keadaan cuaca  dari rasa nyeri pada kakinya (357)
       N               VP                        NP                      PP                                                          
10.  Alexandra  melepaskan  diri   dari ibunya (374)
         N                 V              N            PP

11.  Jhon  mengeluarkan berkas-berkas dari tasnya (390)
        N           V                   N                      PP
12.  Dia  mau melempar  Jhon  dari ruang kerjanya (428)
       N              VP               N                PP

Kalimat di atas merupakan kalimat yang berstruktur V NP PP. Kalimat (52) dan (57) dimarkahi afiks me- dan kalimat (53), (54), (55), (56) dimarkahi afiks me-kan pada verba (V).  Kalimat (52) sampai dengan (56) menggunakan preposisi dari pada PP. Verba menatap, merupakan verba semitransitif, sedangkan verba  melambaikan, meramalkan, melepaskan, mengeluarkan  dan melempar pada kalimat tersebut merupakan verba ekatransitif.  PP dari dalam taksi pada kalimat (53) dapat dilakukan advancement menjadi  NP dalam taksi karena  memiliki dua nomina yang berciri lokatif di belakang preposisi dari. Sedangkan kalimat (52) (54), (55) dan (56) tidak dapat di-advancement  karena hanya memiliki satu nomina di belakang preposisi dari.
Jhon  melambaikan  tangannya  dalam taksi (357)
       N             V                NP                 PP
l)        Preposisi  kepada
Contoh:
13.  Hilari   menyerahkan  tiga sen  kepada Eillen (Hal 135)
        N               V                NP            PP
14.  Eillen  melemparkan kembali  uang itu  kepada Hillari (Hal 135)
         N                  VP                      NP             PP
15.  Dia  mengemukakan  masalah itu  kepada Majorie sekali lagi (Hal 144)
       N                 V                  NP                     PP
16.  Hilari   tidak pernah menyebutkan  hal itu  kepada artur (Hal 157)
        N                              VP                          NP            PP
17.  Dia  menyerahkan   daftar  kepada Eillen  (Hal 221)
        N              V                N              PP
18.  Ia   menawarkan   rokok itu  kepada teman barunya (Hal 16)
N           VP                NP              PP

Kalimat di atas merupakan kalimat yang berstruktur V NP PP. Kalimat (58) sampai dengan (63) dimarkahi afiks me-kan pada verba (V) dan menggunakan preposisi kepada  pada PP. Verba menyerahkan, melemparkan, mengemukakan, menyebutkan, menyerahkan, dan menawarkan pada kalimat tersebut, merupakan verba dwitransitif karena verba dapat diikuti oleh dua nomina, satu sebagai objek dan satunya lagi sebagai pelengkap. Verba tersebut bervalensi sintaksisnya lebih tinggi karena mampu mengikat lebih dari dua argumen.  PP kepadanya, kepada Majorie, kepada Artur, dan kepada teman barunya dapat dilakukan advancement menjadi NP.  Bentuk advancement kalimat tersebut dapat dilihat pada kalimat (64) sampai (69) berikut berikut ini.

19.  Hilari   menyerahkan  Eillen  tiga sen
        N               VP            NP       NP
20.  Eillen  melemparkan kembali  Hillari  uang itu 
         N                  VP                      NP        NP    
21.  Dia  mengemukakan  Majorie sekali lagi   masalah itu    
       N                 V                    NP                     NP
22.  Hilari   tidak pernah menyebutkan  artur   hal itu 
        N                         VP                       NP       NP     
23.  Dia  menyerahkan  Eillen  daftar 
        N            VP         NP        NP       
24.  Ia   menawarkan   teman barunya   rokok itu 
N        VP                        NP               NP

m)   Preposisi dengan
Contoh :
25.  Ia  menyodorkan  kaleng yang menyedihkan itu  dengan gemulai (Hal 23)
     N             V                            NP                                     PP
26.  Ia  merentangkan  kedua tangan  dengan telapak tangan ke atas (Hal 41)
      N           V                      NP                                 PP   
27.  Sam   menggelengkan   kepalanya  dengan tegas (Hal 99)
                          N                 V                       NP                  PP
28.  Hilari  mendengar   keterangan itu  dengan gemetaran (Hal 137)
      N                 V                    NP                      PP
29.  Dia  sendiri  memakai  gaun merah  dengan celemek kecil (Hal 140)
         NP                  V                 NP                        PP

30.  Alexandra   mengamati  ibunya  dengan bersungguh-sungguh (368) -
          N                   V                 NP                      PP
31.  Saya   perlu membicarakan    masalah ini  dengan suami saya (429)-
        N                      VP                    NP                    PP
32.  Ia   mengulangi  pertanyaannya  dengan suara serak yang ramah (Hal 44)
N           V                      NP                               PP

Kalimat di atas merupakan kalimat yang berstruktur V NP PP. Kalimat yang berafiks me-kan terdapat pada kalimat (70), (71), (76) dan me- pada kalimat (73), serta me-i terdapat pada  kalimat (74), (75), (77)  pada verba (V).  Kalimat (70) sampai dengan (77) menggunakan preposisi dengan pada PP. Verba menyodorkan, merentangkan, menggelengkan dan mengulangi merupakan verba ekatransitif, dan mendengar merupakan verba semitransitif sedangkan verba membicarakan, memakai, dan mengamati  merupakan verba dwitransitif karena verba dapat diikuti oleh dua nomina, satunya sebagai objek dan satunya lagi sebagai pelengkap.  PP dengan pada kalimat (70), (72), (73), (74)  (77) tidak dapat dilakukan advancement menjadi NP. Sedangkan verba mengamati, dan membicarakan  pada kalimat (75) dan (76), PP dengan bersungguh-sungguh dan dengan suami saya  dapat dilakukan advancement menjadi NP dalam konstruksi V NP NP. Bentuk advancement kalimat (75) dan (76) dapat dilihat pada kalimat (78) dan (79) berikut ini.
33.  Alexandra   mengamati  bersungguh-sungguh  ibunya   
           N                   V                 NP                       NP
34.  Saya   perlu membicarakan   suami saya   masalah ini   
        N                  VP                      NP                NP
n)     Preposisi pada
35.  Ia  menyukai  segalanya  pada anak itu (Hal 23)
      N        V              NP                PP
36.  Dia  tidak melihat  meja itu  pada awalnya (Hal199)
       N               V            NP            PP
37.  Chapman  menceritakan  apa yang diketahuinya padanya (Hal 391)
          N                     V                        NP                    PP

Kalimat di atas merupakan kalimat yang berstruktur V NP PP. Kalimat yang berafiks me-i  terdapat pada kalimat (80),  dan  me- pada kalimat (81), serta me-kan  pada kalimat (82)  pada  verba (V).  Kalimat (80) sampai dengan (82) menggunakan preposisi pada  pada  PP.  Verba melihat merupakan verba semitransitif karena nomina dibelakang verba manasuka, sedangkan verba menyukai, dan menceritakan dalam kalimat tersebut adalah verba dwitransitif. Verba melihat, menyukai, dan menceritakan bervalensi lebih tinggi karena dapat mengikat lebih dari dua argumen.  PP pada anak itu, dan pada awalnya, serta padanya dapat dilakukan advancement menjadi NP dalam konstruksi V NP NP.  NP  hasil advancement berfungsi sebagai pelengkap, bukan sebagai objek. Bentuk advancement kalimat (80), (81) dan (82) dapat dilihat pada kalimat (83), (84), (85) berikut ini.

38.  Ia  menyukai   anak itu  segalanya 
      N        V            NP            NP
39.  Dia  tidak melihat  awalnya  meja itu 
       N           V               NP          NP
40.  Chapman  menceritakan   padanya   apa yang diketahuinya
          N                  V               NP                   NP



o)      Preposisi untuk
41.  Sam   membawa  makanan  untuk Solangi (Hal 67)
N              V              N                 PP
42.  Dia  akan melakukan    segalanya  untuk mereka (Hal 139)
N                VP                   NP                  PP
43.  Ibunya   membeli  gaun itu  untuk  Hillari  (Hal 140)
NP               V           NP              PP                       
44.  Artur   harus mencarikan  pembela yang baik  untuk  Chapman  (Hal 89)
N                     VP                          NP                         PP

Kalimat di atas merupakan kalimat yang berstruktur V NP PP. Kalimat yang berafiks me- terdapat pada kalimat (86),  (88) dan  me-kan  pada kalimat (87), (89) pada  verba  (V).  Kalimat (86) sampai dengan (89) menggunakan preposisi untuk  pada  PP.  Verba  membawa, melakukan, membeli, merupakan verba semitransitif, sedangkan verba mencarikan merupakan verba dwitransitif. Keempat verba tersebut bervalensi sintaksis yang lebih tinggi karena dapat mengikat lebih dari dua argumen. PP untuk Solange, untuk mereka, dan untuknya dapat dilakukan advancement menjadi NP dalam konstruksi V NP NP. Tetapi NP hasil advancement berfungsi sebagai pelengkap, bukan sebagai objek. Bentuk advancement kalimat  tersebut dapat dilihat pada kalimat (90) sampai dengan (93)  berikut ini.

45.  Sam   membawakan  Solangi  makanan.
N                 V              NP           NP
46.  Dia  akan melakukan   mereka  segalanya.
N                VP                NP          NP
47.  Ibunya   membelikan  Hillari  gaun itu.
NP               VP              NP                                                   
48.  Artur   harus mencarikan   Chapman  pembela yang baik.   
N                     VP                    N                  NP                    



p)      Preposi agar
Contoh:
(99)     Eillen  menjaga  mereka  agar  tidak merengek (Hal 139)
                  N          V            N                  PP

Kalimat tersebut merupakan kalimat yang berstruktur  V N PP. Kalimat  (99) dimarkahi oleh afiks me- pada verba (V) dan  menggunakan preposisi agar  pada PP. Verba menjaga, merupakan verba semitransitif.  Verba menjaga  valensi sintaksisnya dapat mengikat dua argumen.  Akan tetapi, PP agar tidak meregek tidak dapat dilakukan advancement menjadi NP  dalam konstruksi V NP NP.

F.     Verba Berkonstruksi V NP NP
Contoh :
100. Mrs. Archer   menanyakan   suaminya  dalam perjalanan pulang (Hal 168)
              NP                 V                 NP1                   NP2
101.  Hilari  mengemasi  barang-barangnya  dalam satu koper (169)
   N             V                   NP1                        NP2
102. Mereka   saling membelai   tubuh masing-masing  dalam cahaya bulan (Hal 179)
    N                  VP                            NP1                          NP2
103.    Hilary  menatap  mereka  dalam cahaya remang-remang (178)
   N            V              N1                             NP2

Kalimat di atas merupakan kalimat yang berstruktur V NP NP. Kalimat yang berafiks me-kan terdapat pada kalimat (100), dan  me-i pada kalimat (101), (102) serta me- pada kalimat (103) pada  verba (V).  Kalimat (100) sampai dengan (103) menggunakan preposisi dalam pada  PP.  Verba menanyakan, membelai, dan mengemasi merupakan verba dwitransitif, sedangkan menatap merupakan verba semitransitif. NP2 dalam perjalanan pulang, dan dalam satu koper dapat dilakukan advancement menjadi NP1 dalam konstruksi V NP2 NP1  kemudian NP1 di-demotion menjadi NP2 dengan menggunakan preposisi kepada (kalimat 100) dan untuk (kalimat 101). Sedangkan NP2 dalam cahaya bulan dan dalam cahaya remang-remang tidak dapat diadvancement menjadi NP1. Bentuk advancemen kalimat (100) (101) dapat dilihat pada kalimat (104) dan (105) berikut.

104. Mrs. Archer   menanyakan  dalam perjalanan pulang  kepada suaminya.
     NP                    V                           NP                              PP
105. Hilari  mengemasi   satu koper   untuk barang-barangnya    
 N              V                 NP                      PP





D.    Konsep Objek Ganda dalam Bahasa Indonesia
Konsep mengenai objek dan objek ganda dalam Bahasa Indonesia masing-masing penulis mempunyai batasannya sendiri-sendiri dan contohnya yang berbeda pula. Beberapa penulis tersebut di antaranya Alwi, dkk (2003), dalam bukunya yang berjudul Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Wagiati, (2010) dalam artikelnya yang berjudul Objek dalam Bahasa Indonesia. Suhandano, (2002) dalam artikel yang berjudul Kontruksi Objek Ganda dalam Bahasa Indonesia dan masih banyak lagi konsep penulis lainnya yang akan dibicarakan dalam tulisan ini. Konsep objek menurut Alwi, dkk. (2003) adalah konstituen kalimat yang kehadirannya dituntut oleh predikat yang berupa verba transitif  pada kalimat aktif. Letaknya selalu setelah langsung predikatnya. Dengan demikian, objek dapat dikenali dengan memperhatikan (1) jenis predikat yang dilengkapinya, (2) ciri khas objek itu sendiri. Verba transitif  biasanya ditandai oleh kehadiran afiks tertentu yakni  sufiks –kan, dan –i serta prefiks meng-. Misalnya: 1) Morten mendudukan Icuk, 2) Adi mengunjungi Pak Rustam. O memiliki empat ciri, yaitu (a) berwujud nomina, frasa nominal, atau klausa; (b) berada langsung di belakang P, (c) dapat menjadi fungsi S akibat pemasifan klausa, dan (d) dapat diganti pronomina terikat -nya (Alwi dkk., 1993:370; Sudaryanto, 1983:80).
Hal senada diungkapkan Wagiati, (2010:1), bahwa Objek merupakan konstituen klausa/kalimat yang berada di belakang verba transitif. Objek dapat dijadikan subjek jika klausa/kalimatnya diubah menjadi bentuk pasif. Berdasarkan ciri tersebut, bentuk verba yang menjadi predikatnya selalu memakai afiks me(N)-, baik disertai sufiks –kan atau –i maupun tidak.
Konsep objek menurut Alwi, dkk.(2003) dan Waigiati (2010:1) pada dasarnya sama bahwa objek adalah kontituen klausa/kalimat yang berada langsung maupun tidak langsung di belakang verba transitif.  Objek tersebut dapat dijadikan subjek jika dilakukan alternasi struktur dengan pola pemasifan.
Berbeda dengan Suhandano (2002), bahwa bahasa Indonesia mengenal objek ganda. Menurut Suhandano, dua Frase Nomina yang berada  di belakang verba transitif  (berkonstruksi : V FN FN ) disebut objek ganda.
Objek termasuk ke dalam valensi verba transitif (bdk. Cook, 1979:202). Oleh karena itu, Objek  merupakan fungsi inti (nuclear functions) dalam klausa aktif . O itu dituntut hadir dalam klausa aktif yang berupa verba transitif (lih.Alwi dkk., 1993:368). O adalah konstituen yang melengkapi verba transitif dalam klausa (lih. Kridalaksana, 2008:166). O biasanya dibedakan menjadi dua jenis, yaitu O langsung (OL) dan O tak langsung (OTL) (lih. misalnya dalam Kaswanti Purwo dan Anton, 1985:1-36; Kridalaksana dkk., 1985:152-153; Aarts, 1997:15-20). OL adalah nomina atau frasa nominal yang melengkapi verba transitif  yang dikenai oleh perbuatan dalam P verbal atau yang ditimbulkan sebagai hasil perbuatan yang terdapat dalam P verbal (Kridalaksana, 2002:52). OTL itu mengacu kepada entitas yang menderita aktivitas atau proses yang dinyatakan oleh verba pengisi fungsi P (lih. Aarts, 1997:15).  
OTL adalah nomina atau frasa nominal yang menyertai verba transitif dan menjadi penerima atau diuntungkan oleh perbuatan yang terdapat dalam P verbal (Kridalaksana dkk., 1985:153). Untuk menyebut OL dan OTL, Ramlan (1987:93, 95) menggunakan istilah O1 dan O2. Ciri fungsi O1 adalah (a) selalu terletak di belakang P yang terdiri atas kata verbal transitif dan (b) menduduki fungsi S dalam klausa pasif. Sementara itu, O2 mempunyai persamaan dengan O1, yaitu selalu terletak di belakang P, tetapi kalau klausanya diubah menjadi klausa pasif, O2 selalu terletak di belakang P sebagai pelengkap (Pl).
  Samsuri (1985:173) menggunakan istilah O dan bekas O (object chomeur) untuk menyebut OL dan OTL. Alasan Samsuri adalah kedua frasa nominal pertama dapat ditopikalisasikan  sedangkan dua yang lain tidak dapat ditopikalisasikan.
Dalam tulisan ini, penulis menggunakan konsep Alwi, dkk. (2003) bahwa  verba dari segi perilaku sintaksis, berkaitan erat dengan makna dan sifat ketransitifan verba. Ketransitifan verba ditentukan oleh dua faktor  yakni (1) adanya nomina yang berada di belakang verba yang berfungsi sebagai objek dalam kalimat aktif. (2) kemungkinan objek itu berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif.  Alwi, dkk. (2003:162) juga menambahkan verba merupakan unsur yang sangat penting dalam kalimat karena dalam kebanyakan hal verba berpengaruh besar terhadap unsur-unsur lain yang harus atau boleh ada dalam kalimat tersebut. Pada dasarnya verba terdiri atas verba transitif dan verba intransitif.  Verba transitif adalah verba yang memerlukan nomina sebagai objek dalam kalimat aktif, dan objek itu dapat berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif. Verba transitif  dibagi tiga bagian, yakni  (1) verba ekatransitif, yakni verba yang diikuti oleh satu objek. (2) verba dwitransitif  yakni verba yang dalam kalimat aktif dapat diikuti oleh dua nomina, satu sebagai objek, dan satunya lagi sebagai pelengkap. (3) verba semitransitif, yakni verba yang objeknya boleh ada boleh juga tidak. Sedangkan verba intransitif, adalah verba yang tidak memiliki nomina dibelakangnya yang dapat berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif. Atas dasar itu, penulis menyatakan bahwa dalam bahasa Indonesia tidak mengenal objek ganda. Walaupun dua NP di belakang Verba tetapi NP hasil revaluasi berfungsi sebagai pelengkap.  Hal ini dapat dilihat pada contoh kalimat yang dihimpun penulis dari sebuah Novel yang berjudul Kaleidoscope  oleh Danielle Stell tahun 2000.  Data tersebut menunjukkan bahwa Struktur Dasar  (basic structure) kalimat dalam bahasa Indonesia adalah V  PP, dan V NP PP, bukan  V NP NP. Contoh kalimat berstruktur V PP adalah sebagai berikut :

1)     Struktur Dasar :  S P Ket

a.   Verba intransitif

Contoh :

1)      Arthur  berdiri  di tepi jalan (hal. 39)
   S           P             Ket.
2)      Dia   sudah belajar banyak  dari wawancara pertama (Hal 193)
 S                   P                               Ket
3)      Kita  bertemu  dengan Chapman  (Hal 51)
S            P                   Ket
4)      Ia   bertanya   pada  Sam  (Hal 46)
 S         P              O
5)      Aku   tidak berniat  untuk bersamamu (Hal 201)
 S               P                        O

Kalimat (1) sampai dengan (5), Ket.W dapat di-advancement menjadi nomina yang menduduki fungsi Pelengkap (Pl), Kalimat berikut tidak dapat dibuat alternasi struktur berupa pemasifan. Seperti pada contoh berikut ini :
6)      Arthur  berdiri  tepi jalan
  S           P            Pl
7)      Dia   sudah belajar banyak  wawancara pertama
 S                   P                               Pl
8)      Kita  bertemu  Chapman 
 S            P             Pl          
9)      Ia   bertanya   Sam  
 S         P            Pl
10)  Aku   tidak berniat  bersamamu
 S               P                  Pl
b.  Verba semitransitif

    Contoh kalimat :

1)   Dia  menatap ke langit (hal.179) (lih. Contoh 7)
  S         P       Ket.T
Kalimat (1) merupakan kalimat semitransitif. Ket.T ke langit dapat dilakukan advancement menjadi nomina yang menduduki fungsi  pelengkap (Pl) bukan Objek. Seperti pada kalimat berikut :
a)      Dia  menatap  langit
                S          P          Pl

Ket.T ke langit setelah di-advancement berfungsi sebagai Pelengkap (Pl) karena langit sebagai tempat suatu objek berada, sedangkan objek yang ditatap bukan langit melainkan benda langit atau yang lainnya. Kalimat 1a, tidak dapat dipasifkan karena tidak berobjek, kecuali kalimat 1b. Kehadiran objek dalam kalimat tersebut mana suka. Jika ditambah objek, maka kalimat tersebut seperti pada kalimat berikut ini :
b)      Dia menatap bintang ke langit

Kalimat 1b, di atas dapat dipasifkan sebagai alternasi struktur misalnya :
c)      *Bintang ditatap (oleh dia) ke langit (baku: Bintang dia tatap ke langit)

2)   Hilari  melangkah  dengan tenang (hal.170)
 S               P                    Ket

Kalimat (2) merupakan kalimat semitransitif. Ket.T :dengan tenang dapat di-avancement menjadi nomina yang menduduki fungsi Pelengkap (Pl) bukan Objek.  Seperti pada contoh berikut :
a.       Hillari melangkah tenang
   S             P              Pl

Kalimat 2a tidak dapat dilakukan alternasi struktur karena kalimat tersebut tidak berobjek.

2.      Struktur dasar :  S P O Ket : Verba Ekatransitif

Contoh kalimat :

a)      Dia  memimpikan  hal itu  di malam hari (hal.42) (lih. contoh 42)
             S             P                O            Ket
b)      Hillari  sering merenungkan  hal itu  di larut malam (hal. 173) (lih. contoh 43)
              S                   P                        O              Ket
c)      Hillary   mengempaskan  barang tersebut  di meja Bill (268)
    S                  P                      O                   Ket.  
d)     Solangi  menemani  sam   ke pelajaran akting (67)
        S              P           O              Ket
e)      Solange  melempar  koran itu  ke tempat cuci piring (87)
        S                P           O                 Ket
f)       Sam  memalingkan wajahnya  ke arah Artur (Hal 102)
              S               P              O              Ket          
g)      Ia   melemparkan  topi bajanya  ke udara (Hal 61)
     S             P              O                Ket
h)      Ia   menjatuhkan  dirinya  ke sebuah kursi (Hal 108)
    S            P             O               Ket

i)        Jhon  mengeluarkan berkas-berkas dari dalam tasnya (390)
       S           P                   O                     Ket
j)        Dia  mau melempar  Jhon  dari ruang kerjanya (428)
     S             P               O                Ket
k)      Hilari   menyerahkan  tiga sen  kepada Eillen (Hal 135)
      S               P               O            Ket
l)        Eillen  melemparkan kembali  uang itu  kepada Hillari (Hal 135)
        S               P                            O              Ket
m)    Dia  mengemukakan  masalah itu  kepada Majorie sekali lagi (Hal 144)
     S                 P                 O                    Ket
n)      Hilari   tidak pernah menyebutkan  hal itu  kepada artur (Hal 157)
      S                         P                           O            Ket

o)      Dia  menyerahkan   daftar  kepada Eillen  (Hal 221)
     S              P                O              Ket
p)      Ia   menawarkan   rokok itu  kepada teman barunya (Hal 16)
                       S           P                 O                  Ket
q)      Ia  menyodorkan  kaleng yang menyedihkan itu  dengan gemulai (Hal 23)
     S             P                            O                                     Ket.
r)       Hilari  mendengarkan   keterangan itu  dengan gemetaran (Hal 137)
       S                 P                    O                      Ket
s)       Dia  sendiri  memakai  gaun merah  dengan celemek kecil (Hal 140)
       S                    P                 O                        Ket
t)       Sam   membawa  makanan  untuk Solangi (Hal 67)
 S              P              O                Ket.
u)      Dia  akan melakukan    segalanya  untuk mereka (Hal 139)
 S               P                   O                  Ket
v)      Ibunya   membelikan  gaun itu  untuk  Hillari  (Hal 140)
   S              P                  O              Ket                      
w)    Artur   harus mencarikan  pembela yang baik  untuk  Chapman  (Hal 89)
  S                     P                          O                         Ket

3.     Tes Revaluasi Objek Ganda Bahasa Indonesia
Berikut ini merupakan data kalimat yang harus diuji revaluasi, apakah bahasa Indonesia hanya memiliki satu objek di belakang verba, atau memiliki dua objek (objek ganda) di belakang verba. Kemudiaan apakah kedua objek tersebut dapat dilakukan alternasi struktur berupa pemasifan. Hal ini dapat dilihat pada bentuk revaluasi kalimat berikut ini.
a.       Bentuk revaluasi kalimat 2a :
1)      Dia  memimpikan  hal itu  di malam hari
                                               O             Ket.W 
2)      Dia  memimpikan  hal itu  malam hari
                                               O            Pl 
3)      Dia memimpikan malam hari  hal itu
                          Pl             O
4)      * Malam hari dimimpikan  hal itu  oleh dia
                                       O       
   Malam hari dia mimpikan hal itu (baku)
                                        
5)      Hal itu dimimpikan  oleh dia  malam hari
                              O             Pl
Hal itu dia mimpikan malam hari (bentuk bakunya).

Kalimat (4) hasil revaluasi tersebut tidak berterima dalam Bahasa Indonesia, karena  tidak dapat dilakukan alternasi struktur berupa pemasifan. Jadi, malam hari, bukan sebagai objek melainkan berfungsi sebagai pelengkap. Kalimat 2a, tidak memiliki objek ganda.

b.   Bentuk revaluasi kalimat 2b :
1)      Hillari  sering merenungkan  hal itu  di larut malam
                                                              O              Ket.W
2)      Hillari sering merenungkan hal itu  larut malam
                                                O            Pl
3)      Hillari sering merenungkan larut malam  hal itu
                                                    Pl             O              
4)      * Larut malam sering direnungkan hal itu oleh Hillari
                                                           O            Pl
5)      Hal itu sering direnungkan Hilari  di larut malam
                                                O          Ket.W

Kalimat (4) hasil revaluasi tersebut tidak berterima dalam Bahasa Indonesia, karena  tidak dapat dilakukan alternasi struktur berupa pemasifan. Jadi, larut malam, bukan sebagai objek melainkan berfungsi sebagai pelengkap. Kalimat 2b, tidak memiliki objek ganda.

c.    Bentuk revaluasi kalimat 2c :
1)      Hillary   mengempaskan  barang tersebut  di meja Bill (268)
                                                           O                     Ket.W  
2)      Hillari mengempaskan meja Bill  barang tersebut
                                            Pl              O
3)      Meja Bill diempaskan barang tersebut  oleh Hillari
                                               O                    Pl
4)      Barang tersebut diempaskan meja Bill oleh Hillari
                                                     O            Pl

d.   Bentuk revaluasi kalimat 2d :

1)      Solangi  menemani  Sam   ke pelajaran akting (67)
                  S              P           O              Ket.T
2)      Solangi  menemani Sam  pelajaran akting
                                  O            Pl
3)      Solangi menemani pelajaran akting Sam
                                           Pl              O                 
4)      * Pelajaran akting ditemani Sam  oleh Solangi
                                                                    O           Pl
5)      Sam ditemani Solangi  pelajaran akting
                                                             O               Pl
e.    Bentuk revaluasi kalimat 2e :

1)      Solange  melempar  koran itu  ke tempat cuci piring (87)
                                                     O                 Ket.T
2)      * Solange melemparkan tempat cuci piring  koran itu
                                                                  Pl                     O
3)      * Tempat cuci piring dilemparkan koran itu  oleh Solange
                                                                           O                   Pl
4)      Koran itu dilemparkan oleh Solange  ke tempat cuci piring
                                             O                      Ket.W

f.    Bentuk revaluasi kalimat 2 f :

1)      Sam  memalingkan wajahnya  ke arah Artur (Hal 102)
                       S               P              O              Ket.T          
2)   Sam memalingkan wajahnya  arah Arthur
                                           O              Pl

3)   Sam memalingkan arah Arthur  wajahnya
                                             Pl             O
4)   Arah Arthur dipalingkan wajahnya  oleh  Sam
                                                    O               Pl
5)      Wajahnya dipalingkan oleh Sam arah Arthur    
                                                  O            Pl




g.   Bentuk revaluasi kalimat 2 g,

1)      Jhon  mengeluarkan berkas-berkas dari dalam tasnya (390)
                                                    O                     Ket
2)      Jhon mengeluarkan berkas-berkas  dalam tasnya
                                        O                   Pl
3)      Berkas-berkas dikeluarkan Jhon  dalam tasnya
                                                               O            Pl

h.   Bentuk revaluasi kalimat 2 h

1)      Hilari   menyerahkan  tiga sen  kepada Eillen (Hal 135)
                                                       O            Ben
2)      Hillari  menyerahkan Eillen  tiga sen
                                     OL        OTL        
3)      Eillen diserahkan tiga sen oleh Hillari
                                  O             Pl
4)      Tiga sen diserahkan Hillari  kepada Eillen
                                     O             Ben

i.     Bentuk revaluasi kalimat 2 i :

1)      Hilari  mendengarkan   keterangan itu  dengan gemetaran
                                                       O                      Ket
2)      Hillari mendengarkan keterangan itu  gemetaran
                                                         O                  Pl
3)      Keterangan itu didengarkan oleh Hillari  dengan gemetaran
                                                         H               Ket

j.     Bentuk revaluasi kalimat 2 j :

1)      Ibunya   membelikan  gaun itu  untuk  Hillari  (Hal 140)
                                                     O          Ben                  
2)      Ibunya  membelikan Hilari  gaun itu.
                                     O       OTL        
3)      Hillari dibelikan gaun itu  oleh ibunya.
                                 O           Pl
4)      Gaun itu dibelikan ibunya  untuk Hillari
                                  O          Ben 

Dari hasil revaluasi kalimat 2a sampai dengan 2g, dan 2i, yang dideskripsikan di atas tidak memiliki objek ganda, kecuali  kalimat 2h dan 2j khususnya PP yang menggunakan preposisi kepada dan untuk. Jika mengacu pada pendapat Alwi dkk. (1993:369-370), konstituen malam hari, larut malam, meja Bill, pelajaran akting, tempat cuci piring, arah Athur, dalam tasnya, dan gemetaran pada kalimat 2a sampai dengan 2g, dan 2i baik dalam klausa aktif maupun pasif, disebut Pl karena dalam kedua jenis klausa itu selalu berada langsung di belakang fungsi P jika tidak ada fungsi O dan di belakang fungsi O kalau fungsi O itu hadir. Data kalimat Bahasa Indonesia yang dihimpun penulis dari sebuah novel, dapat disimpulkan bahwa Bahasa Indonesia tidak mengenal struktur dasar (basic structure) objek ganda, kecuali struktur derivasi (derivied structure). Seperti pada kalimat 2h dan 2j yang PP-nya menggunakan preposisi kepada dan untuk. Objek ganda tersebut sangat terbatas pada PP yang menggunakan kepada dan untuk. Menurut Suhandano (2002)  Frase Nomina dua sen (2h) dan gaun itu (2j) pada kalimat yang berada  di belakang verba transitif  disebut OTL
       Sedangkan Samsuri (1985:173) Frase Nomina Ellen dan Hillari  merupakan O, dan Frase Nomina dua sen (2h) dan gaun itu (2j) merupakan bekas O (object chomeur). Alasan Samsuri bahwa frasa nominal  Ellen dan Hillari dapat ditopikalisasikan  sedangkan dua sen  dan gaun itu tidak dapat ditopikalisasikan.
                           



BIBLIOGRAFI



Alwi, Hasan, dkk. (2003). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Pusat Bahasa.

Blake, Barry J. 1990. Relational Grammar. London dan New York : Routledge.

Butt, Miriam. 2006. Theories of Case.Cambridge Textbooks in Linguistics. Cambridge: Cambridge University Press

Kesuma, Tri Mastoyo Jati. (2010). Verba Transitif Berobjek Dapat Lesap Dalam Bahasa Indonesia :Linguistik Indonesia Copyright 2010 by Masyarakat Linguistik Indonesia Tahun ke-28, No. 1, Februari 2010, 69-75.

Wagiati. (2010). Objek Dalam Bahasa Indonesia.

Stell, Danielle.  2000. Kaleidoscope. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Suhandano.(2002). Konstruksi Objek Ganda Dalam Bahasa Indonesia. 70 Humaniora Volume XIV, No. 1.